Nata de Sarilo (sarining telo) merupakan kelompok binaan program UP-FMA yang memproduksi nata de cassava. Kelompok ini melalui program UP-FMA mendapat pelatihan pembuatan nata de cassava oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta pada Januari 2010. Pelatihan ini dimaksudkan agar masyarakat memiliki kemampuan dalam mengolah hasil pertanian menjadi produk bernilai jual tinggi. Dengan memanfaatkan air limbah tapioka yang banyak terdapat di Srihardono, Nata de Saliro dengan 17 orang anggota, 7 orang aktif memproduksi Nata de Cassava mulai maret 2010. Nata de Cassava pun mampu menjadi sumber penghasilan bagi seluruh anggota kelompok.
Kelompok yang diketuai oleh Sumadi ini memanfaatkan air limbah tapioka yang dicampur dengan air kelapa sehingga bentuknya menyerupai nata de coco. Perbedaannya dengan nata de coco pada rasanya, produk ini memiliki rasa yang mirip tapai singkong. Kandungan dari nata de cassava ini sama dengan nata de coco yaitu seratnya yang tinggi sehingga baik untuk pencernaan.
Pembuatan nata de cassava ini menggunakan air kelapa dan air limbah tapioka dengan perbandingan 1 : 3. Bahan baku pembuatan nata harus didiamkan terlebih dahulu minimal tiga hari. Jika digunakan bahan baku yang masih baru akan akan mengalami kegagalan karena bahan yang baru tidak baik untuk proses fermentasi. Bahan lain yang diperlukan yaitu asam acetate 25%, gula pasir, ZA dan bibit nata (stater).
Untuk proses pembuatannya diperlukan waktu 7 hari sampai nata benar-benar siap dipanen dan dipasarkan. Langkah pertama dari pembuatan nata ini, air limbah tapioka direbus sampai mendidih. Kemudian tambahkan bahan lainnya yaitu air kelapa, asam acetate, gula pasir, ZA lalu diaduk sampai merata dan ditunggu hingga mendidih. Langkah selanjutnya, larutan bahan nata yang mendidih disaring dan dituang kedalam nampan kurang lebih 1,4 liter. Setelah mengalami pendinginan selama satu malam, ditambahkan bibit nata (stater). Nata kemudian didiamkan atau difermentasikan selama 6-8 hari. Nata yang sudah siap panen akan mengeras dan kandungan airnya habis.
Bahan baku pembuatan nata de cassava tersebut mudah didapatkan sehingga memungkinkan di produksi oleh warga untuk menambah penghasilan keluarga. Kelompok ini membeli air kelapa dan air limbah tapioka Rp. 2.500 – 3000 per 30 liter. Kebutuhan lain yang diperlukan yaitu kayu bakar dan serbuk gergaji harganya cukup terjangkau. Kayu bakar di beli dengan harga Rp. 12.000 per ikat dan untuk serbuk gergaji Rp. 23.000 per karung.
Saat ini, Nata de Sarilo membuat nata dengan kapasitas 2 kuintal perminggu.Kapasitas ini masih sangat minimum dan memungkinkan untuk di tingkatkan mengingat ketersediaan bahan baku. Keterbatasan nampan atau cetakan yang dimiliki menadi kendala utama dalam memaksimalkan kapasitas produksi. Saat ini kelompok baru memiliki 400 nampan, sehingga produksi hanya berjalan selama dua hari dalam satu minggu. Agar proses produksi dapat berjalan penuh selama satu minggu atau tujuh hari dibutuhkan tambahan 1600 nampan dengan harga satuan Rp. 2250. Sehingga, agar produksi maksimal diperlukan tambahan modal sekitar Rp. 2,7 juta.
Meskipun Nata de Sarilo telah mampu memproduksi Nata de Cassava, namun dalam penjualannya masih dalam bentuk mentah. Kelompok ini menjual Nata de cassava mentah di jual ke pengepul dari Kretek bantul dengan harga sekitar Rp. 850 per nampan (+/- 9 ons). Dengan kapasitas produksi 2 kuintal, kelompook ini hanya mampu meraih omset sekitar Rp. 340.000 dengan keuntungan bersih sekitar 50%. Meskipun keuntungan yang didapat cukup besar, namun rendahnya harga jual belum mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Agar dapat menjual produk mereka dalam bentuk produk siap konsumsi, diperlukan ijin P-IRT yang dikeluarkan oleh Depkes. Namun untuk itu perlu pelatihan dengan pembiayaan mandiri. Kondisi ini menjadi kendala tersendiri, sehingga kelompok Nata de Sarilo sangat membutuhkan bantuan dari pemerintah untuk memfasilitasi perolehan perijinan P-IRT.
Posting Komentar